Di antara ibadah yang
paling penting yang mudah mendekatkan seorang hamba pada Allah adalah tholabul
‘ilmi atau belajar ilmu agama. Sedangkan perkara yang amat penting
yang perlu diperhatikan dan selalu dikoreksi adalah niat dalam belajar. Tidak
ada kebaikan yang diperoleh jika seseorang ketika belajar malah ingin mencari
ridho selain Allah. Oleh karena itu, para ulama sangat memperhatikan niatnya
dalam belajar apakah sudah benar ataukah tidak karena jika tidak ikhlas, maka
dapat mencacati ibadah yang mulia ini.
Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,
طلبنا
هذا العلم لغير الله فأبى الله أن يكون لغيره
“Kami menuntut ilmu
awalnya berniat mencari ridho selain Allah. Kemudian Allah tidak ingin jika
niatan tersebut kepada selain-Nya.”
Ulama salaf lainnya berkata,
طلبنا
العلم وما لنا فيه كبير نية ، ثم رزقنا الله النية بعد .أي فكان عاقبته أن صار
لله.
“Kami awalnya dalam
menuntut ilmu tidak punya niatan yang kuat. Kemudian Allah menganuriakan kami
niat yang benar setelah itu”. Maksudnya, akhirnya niatan kami ikhlas karena
Allah.
Bagaimanakah niat yang
benar dalam menuntut ilmu?
Syaikh ‘Abdus Salam Asy
Syuwai’ir mengatakan bahwa ada tiga perkara yang mesti dipenuhi agar seseorang
disebut memiliki niatan yang benar dalam menuntut ilmu.
Pertama: Menuntut ilmu diniatkan untuk beribadah kepada Allah dengan benar.
Kedua: Berniat dalam menuntut ilmu untuk mengajarkan orang lain. Sehingga para
ulama seringkali mengatakan bahwa hendaklah para pria menguasai perkara haid
agar bisa nantinya mengajarkan istri, anak dan saudara perempuannya.
Imam Ahmad ditanya
mengenai apa niat yang benar dalam belajar agama. Beliau menjawab, “Niat yang
benar dalam belajar adalah apabila belajar tersebut diniatkan untuk dapat
beribadah pada Allah dengan benar dan untuk mengajari yang lainnya.”
Dari sini menunjukkan
bahwa niat belajar yang keliru adalah jika ingin menjatuhkan atau
mengalahkan orang lain atau ingin mencari kedudukan mulia di dunia. Anas bin
Malik berkata,
مَنْ
طَلَبَ الْعِلْمَ يُبَاهِي بِهِ الْعُلَمَاءَ ، أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ ،
أَوْ يَصْرِفُ أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ ، تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat
dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silakan ia mengambil tempat
duduknya di neraka.” (HR. Hakim dalam Mustadroknya)
Ketiga: Istiqomah atau terus menerus dalam amal dan menuntut ilmu butuh waktu
yang lama (bukan hanya sebentar).
Dalam belajar itu butuh kesungguhan. Muhammad bin Syihab Az Zuhri berkata,
العلم
إذا أعطيته كلك أعطاك بعضه
“Yang namanya ilmu,
jika engkau memberikan usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian.”
Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Katsir berkata,
لاَ
يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
“Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang bersantai-santai.” (HR. Muslim no.
612).
Abu Hilal Al Asykari
(seorang penyair) awalnya sulit menghafalkan bait sya’ir. Kemudian ia
memaksakan dirinya dan berusaha keras, awalnya ia bisa menghafalkan 10 bait.
Karena ia terus berusaha, ia akhirnya bisa menghafalkan 200 bait dalam sehari.
[Faedah dari Kajian Syaikh ‘Abdus Salam Asy Syuwai’ir
di Masjid Jaami’ Ibnu Taimiyah, 7 Sya’ban 1433 H]
Syaikh Dr. ‘Abdus Salam
bin Muhammad Asy Syuwai’ir adalah lulusan doktoral terbaik dari Ma’had Al ‘Ali
lil Qodho’ (sekolah tinggi untuk para hakim) yang merupakan cabang Jami’atul
Imam Muhammad bin Su’ud Riyadh KSA. Beliau adalah Ustadz (gelar pendidikan, yang
dimaksud adalah professor) di Ma’had Al ‘Aali lil Qodho’ saat ini. Beliau
adalah di antara murid Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah. Beliau adalah
ulama yang fakih dan tidak diragukan lagi kecerdasan beliau dalam ilmu dan
terlihat begitu tawadhu’.
Ya Allah, berilah kami ilmu yang bermanfaat dan niatan yang ikhlas dalam
belajar serta beramal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar